Rabu, 30 April 2008

PROFESI GURU DI TENGAH MASALAH-MASALAH BUDAYA

Adanya masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik yang telah menyebar luas mengakibatkan banyak orang mempertanyakan nilai kesiapan seorang guru bagi sekolah-sekolah. Sejak awal ledakan Sputnik banyak orang Amerika Serikat menjadi semakin kritis terhadap sekolah-sekolah dan para guru. Penekanan awal diarahkan kepada institusi-institusi yang menghasilkan guru (institusi keguruan) untuk dapat menghasilkan guru yang lebih banyak dan lebih baik.

Tekanan-tekanan untuk perubahan dan peningkatan program-program persiapan guru perlu lebih diperhatikan untuk disesuaikan dengan keadaan pada tingkat masyarakat miskin. Dalam sejumlah keadaan, seperti halnya kenakalan remaja, pengangguran dan tingkat dropout tinggi, ternyata semuanya ini berhubungan denan masalah dan persoalan yang sama. Yang perlu dipertanyakan adalah mengapa kita tidak bisa mendidik para remaja itu? Dan apakah yang dilakukan oleh guru-guru kita keliru? Lalu apa yang bisa diperbuat untuk meningkatkan kualitas persiapan guru dalam meningkatkan kinerja guru?

Untuk menjawab permasalahan tersebut, hal pertama yang diharapkan adalah adanya dukungan finansial dari pemerintah dan dari yayasan untuk institusi-institusi persiapan guru dalam menyusun dan memulai program-program yang dirancang untuk memenuhi tantangan-tantangan baru. Hunter College di New York City telah berada di garis depan gerakan ini, yang selalu berharap dapat menyelesaikan masalah-masalah sekolah yang terkait dengan masalah-masalah budaya yang mempengaruhi kinerja guru.

PROFESI GURU MENGHADAPI TANTANGAN SOSIAL

Ancaman terhadap kehidupan yang diakibatkan meluasnya tingkat kemiskinan semakin dirasakan. Ini disebabkan terpinggirnya kaum miskin secara permanen, melemahkan peluang mobilitas sosial, dan permasalahn yang ada hanya menjadi isu politik para pemimpin. Ini merupakan sebuah fakta yang tidak dapat ditolak bahwa meskipun tersedia fasilitas-fasilitas publik untuk pendidikan, banyak dari kelompok minoritas anak-anak dari kalangan bawah tidak pernah mampu mengantisipasi pengembangan pribadi, intelektual dan psikologis yang dibutuhkan unuk menemukan jalan keluar dari keadaan mereka. Ini tidak hanya merupakan sebuah keadaan yang tidak menyehatkan bagi masyarakat kelas bawah akan tetapi juga sebuah keadaan berbahaya bagi level masyarakat atas. Karena kemiskinan yang permanen merupakan bahaya bagi pemeliharaan hukum, ketertiban dan kesejahteraan sosial semua kelas.

Sementara itu adanya pemerataan pendidikan adalah sebuah slogan belaka, karena faktanya tidak bisa ditolak pada akhirnya masih banyaknya masyarakat dari kalangan bawah yang tidak dapat menikmati pendidikan di sekolah. Padahal sekolah mempunyai potensi terbesar dalam menyediakan alat restorasi mobilitas sosial untuk kalangan kelas bawah. Dimana sekolah diharapkan bisa meruntuhkan dinding-dinding kaum minoritas kita, karena dengan adanya sekolah, masyarakat kelas bawah dapat merubah tingkat sosialnya. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab terhadap kelompok-kelompok minoritas menjadi mayoritas di pusat-pusat populasi. Karena hanya melalui pengembangan dan pelatihan bakat yang tepat di semua level masyarakat termasuk level bawah, maka keadilan dapat tercipta dan inti cita-cita demokrasi ideal dapat dicapai.

Pada dasarnya pendidikan bagi masyarakat yang terpinggirkan tidak boleh membudidayakan rasa ketidakpuasan dengan keadaan yang dialami namun justru mengembangkan kemauan untuk maju. Akan tetapi banyak sekolah-sekolah yang melayani masyarakat bawah mengalami masalah besar dalam mempertahankan guru-guru yang efektif. Karena biasanya seorang guru yang memiliki kemampuan yang lebih, bayarannya pun semakin besar. Namun di balik itu semua, saya percaya masih ada guru-guru yang baik, efektif dan berdedikasi.

Menanggapi kecepatan perubahan yang tidak dapat diprediksi, sekolah harus mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut untuk tetap dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Dalam kasus masyarakat yang kurang beruntung, sekolah harus mampu mengatasi permasalahan ini. Beberapa universitas di Amerika mulai membuka pintu untuk kaum miskin dengan cara menghancurkan 2 halangan besar kaum miskin untuk memperoleh pendidikan, yaitu dana dan persyaratan pendaftaran.

Karena itu, institusi yang berperan dalam menghasilkan para pendidik, juga harus menyesuaikan dengan keadaan ini. Bagaimana menghasilkan pendidik yang mampu mengajar komunitas yang tersingkirkan ini. Yang menjadi perhatian utama adalah mengenai kurikulum. Bagaimana kurikulum yang ada mampu sesuai dengan kehidupan mereka sehari-hari dan membantu mereka untuk bertahan dalam kehidupan mereka, dan bahkan mendorong mereka untuk maju. Guru yang mengajar juga harus mampu memahami dengan baik latar belakang mereka, aspirasi mereka, rasa takut mereka, kebiasaan, talenta, dan secara garis besar, gaya hidup mereka.

Hal ini dapat menjadi masalah bagi para guru, terutama karena mereka menyadari bahwa murid ini berasal dari golongan yang ada di bawah mereka. Terkadang para guru tidak dapat menyelami kehidupan para murid yang berasal dari golongan tidak mampu. Mereka menutup mata terhadap kejadian yang dialami para murid ini di luar sekolah, sehingga para guru tidak membantu murid miskin ini untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya.

Dari penjelasan di atas, maka beberapa syarat yang harus dimiliki guru untuk dapat mendidik anak-anak yang berasal dari lingkungan terpinggirkan ini:

1. guru harus memahami betul siswanya dan lingkungan siswa tersebut.

2. guru harus mengerti cara terbaik untuk menyampaikan pengetahuan kepada murid-murid dari golongan yang tersingkirkan. Ada beberapa saran yang dapat dilakukan, antara lain dengan tidak menjadi budak buku pelajaran. Dari kenyataan yang ada, cukup jelas bahwa isi buku pelajaran terkadang hanya diperuntukkan bagi siswa dari golongan menengah ke atas, karena itu guru harus memiliki kreativitas yang tinggi untuk mengadaptasi dan memodifikasi isi buku pelajaran tersebut menjadi sesuatu yang sesuai dengan kultur masyarakat miskin.

3. guru harus memiliki kemampuan memahami sisi kemanusiaan para siswa. Barangkali ini syarat yang paling penting bagi guru yang mengajar masyarakat miskin. Murid-murid ini membutuhkan dukungan, empati, rasa aman, dan rasa pengertian yang jauh lebih besar dari anak-anak golongan menengah ke atas.

Permasalahan yang kerap timbul terkadang berasal dari perbedaan -

perbedaan ini. Guru-guru yang mengajar siswa-siswa miskin, terkadang harus siap dengan kompleksitas yang ada. Tak peduli seberapa dekat mereka dengan siswa, tetap saja siswa menganggap guru tersebut bukan bagian dari mereka. Hal ini yang menyebabkan relasi guru-murid menjadi tersendat.

Syarat utama yang harus dimiliki guru untuk dapat memahami sisi kemanusiaan siswa adalah adanya kemampuan untuk menempatkan dirinya di sisi para siswa dan mencoba mengerti bagaimana efek dari tindakan yang dilakukannya terhadap para siswa. Hal ini membutuhkan sensitivitas yang tinggi, untuk tetap memandang para siswa sebagai bagian dari umat manusia, dan bahwa mereka juga memiliki kemampuan yang sama dengan masyarakat dari golongan di atas mereka, sehingga fungsi dari guru adalah seorang konstruktor, supporter, pemberi nilai hidup, dan kadang menjadi orang yang mengoreksi kesalahan. Karena itu seorang guru yang mengajar siswa-siswa dengan latar belakang yang kurang beruntung sebaiknya jangan memiliki pikiran yang negatif dan menghakimi. Bukan berarti guru tersebut dipaksakan untuk harus mencintai mereka semua, namun setidaknya guru memiliki rasa simpatik yang besar akan segala hasil yang telah anak-anak ini raih di sekolah serta mampu memberikan inspirasi kepada anak-anak tersebut.

Lalu apa pengaruh keadaan di atas terhadap institusi pendidikan para guru? Yang pasti pihak institusi harus mengevaluasi progaram-program yang telah dijalankan selama ini dengan menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan di lingkungan sekitar. Institusi juga perlu memasukkan disiplin-displin ilmu lain seperti psikologi, ilmu sosial, antropolgi untuk melengkapi pengajaran mereka selama ini. Tidak lupa pula institusi perlu menggerakkan calon-calon guru ini untuk lebih sering terjun dan terlibat dengan masyarakat, dan terus memberikan pelatihan-pelatihan, misalnya melalui seminar dan workshop.

Kesimpulan
1. Hal-hal yang harus dipersiapkan guru

1.) Pengetahuan tentang siswa dan lingkungan

2.) Pengetahuan bagaimana memerintah

3.) Perkembangan Human Relation yang berhubungan dengan pengajaran.

Hal-hal tersebut, dilihat Schueler sebagai hal yang vital bagi guru-guru

untuk disepakati sebagai hal yang penting untuk dimiliki guru.

2. Telah jelas dibuktikan bahwa, guru yang paling diinginkan untuk mengajar

siswa-siswa yang kurang beruntung, adalah guru yang memiliki latar

belakang yang sama dengan siswa-siswa ini.

3. Perkataan Schueler tentang rendahnya keinginan guru untuk mengajar

siswa dari golongan miskin mungkin berkaitan dengan riset Howard S.

Becker dan Ernest Melby di Chicago. Becker mengatakan bahwa banyak

guru-guru yang baru lulus ditempatkan di daerah-daerah miskin, namun

begitu mereka mendapatkan sedikit pengalaman, mereka langsung pindah

ke tempat yang lebih baik.

4. Jika guru telah dipersiapkan untuk mengajar di lingkungan yang miskin

seperti yang telah dilakukan di Hunter College, mampukah guru-guru ini

melakukan tanggung jawab mengajar pada lingkungan ekonomi

menengah ke atas? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka perlu dipahami

bahwa apa yang membuat guru sukses tergantung atas:

1). Pemahaman dari prinsip dasar yang dikeluarkan oleh Schueler sebagai ”prinsip kejujuran dan kepercayaan”

2). Adanya kemampuan dari individu untuk menerjemahkan prinsip ini di dalam lingkungan yang akan dihadapinya.

Tidak ada komentar: