Rabu, 30 April 2008

PERSIAPAN PROFESIONAL GURU

Mereka yang menaruh perhatian akan dunia pendidikan, baik itu guru, murid, orangtua, administrator, atau masyarakat luas, pasti tertarik untuk menemukan dan mewujudkan konsep ”pengajaran yang baik”. Tidak ada definisi yang pasti untuk menjelaskan konsep di atas, demikian halnya dengan program-program yang dibuat untuk menerjemahkan konsep tersebut.

Dalam artikel di bawah ini, Harry S. Broudy menyebutkan 4 area yang penting untuk mempersiapkan guru-guru profesional, yaitu:

  1. dasar ke-spesialisasian,
  2. Isi/konten profesionalisme
  3. Konsen terhadap teknologi
  4. Research/ Penelitian

Keempat hal di atas ternyata menimbulkan beragam kontroversi.

Seperti yang dijabarkan Broudy, ternyata program persiapan untuk para calon guru tidak mencakup empat hal di atas. Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah program persiapan selama satu atau dua tahun dirasa kurang bagi para calon guru? Dan bagaimana tentang alokasi waktu pengajaran untuk 4 hal di atas?

Ada juga beberapa pihak yang mempertanyakan kegunaan 4 hal di atas. Apa pentingnya seorang guru memiliki dasar spesialisasi? Lalu jenis profesionalisme macam apa yang harus diajarkan kepada para guru? Dan mengapa kerangka teori juga penting untuk guru?lalu penelitian macam apa yang relevan dengan profesi keguruan?

Artikel Broudy di bawah ini akan menjelaskan fenomena di atas. Meskipun tidak semua pertanyaan dapat dijawab, namun artikel ini berusaha menyuguhkan analisis mendalam melalui beragam riset tentang persiapan profesional para guru.

KRITERIA UNTUK PERSIAPAN GURU PROFESIONAL

Dalam dialog platonik ‘Protagoras’, Socrates menyatakan:

Now I observe that when ever we are met together in the assembly, and the matter hand relates to building, the builder are summoned ask advisor: when the question is one of shipbuilding then the she builder; and the like of the ather art which they think capable of being taught and learned . . . when, however, the question is and affair of state, then every body is free to have a say carpenter, tinker, cobbler, sailor, passenger; rich or poor, high and low. . . and no one reproaches him, as in former case, with no having learned, and having no teacher, and yet giving advice. . .

(dari hasil pengamatan saya di masyarakat, ternyata setiap orang dari

beragam profesi, mengatakan bahwa mereka mampu mengajar,

meskipun mereka tidak pernah memiliki pendidikan khusus akan hal

itu)

Setelah membuat dialog di atas, Socrates semakin menaruh perhatian akan gejala ini, bahwa setiap orang, baik itu polisi, ibu rumah tangga, maupun orang-orang dari profesi, mampu mengajar. Dan ia mengakui, mereka dapat melakukannya dengan lebih baik. Bahkan lebih baik dari seorang guru seperti dirinya

Kenyataan tersebut ternyata membawa beragam pertanyaan di masyarakat. Apakah setiap orang yang mampu mengajar dapat disebut guru, meskipun ia tidak menjalani pendidikan khusus menjadi guru? Lalu dapatkah seseorang yang telah memiliki pengalaman mengajar dapat menjadi guru? Karena bisa saja setiap orang mendapatkan pengalaman ketika ia menjadi murid dan ia mencontoh gurunya saat itu. Lalu jenis pengetahuan dan keterampilan apa yang perlu diajarkan secara formal untuk menjadi seorang guru?

Pada tahap ini, kita harus memahami betul peran-peran seorang guru. Tidak hanya ia harus mampu membawakan tugasnya sehari-hari sebagai seorang guru, namun juga memiliki pengetahuan dan keterampilan yang disesuaikan dengan peran-perannya. Di bawah ini akan dijabarkan 3 peran dari seorang guru, yaitu guru sebagai individual, guru sebagai anggota dari profesi keguruan, dan guru sebagai seorang spesialis.

GURU SEBAGAI SEORANG INDIVIDU

Peran guru sebagai seorang individu mungkin merupakan peran yang paling penting. Karena guru sebagai individu harus mampu memperlakukan para siswanya sebagai seorang individu pula. Hal ini menuntut guru untuk memiliki kemampuan liberal secara umum. Liberal di sini maksudnya memberikan kebebasan untuk pola pikir siswa. Karena itu dalam pendidikan calon guru, setiap calon guru harus mendapatkan pendidikan bagaimana ia memberikan instruksi pengajaran yang baik khususnya dalam bidang studi yang membutuhkan kebebasan berpikir seperti sejarah atau bahasa. Guru juga harus memiliki kemampuan berbicara dan kemampuan menjelaskan yang baik di depan kelas.

Peran guru sebagai seorang individu juga terkait dengan pembentukan karakter siswa. Guru adalah orang yang berperan besar dalam membentuk karakter siswanya, karena itu sebaiknya seorang guru memiliki karakter yang dapat dicontoh. Sebagai contoh, guru sekolah umum di Amerika, diminta untuk tidak merokok, tidak terlibat alkohol dan narkoba, serta menjauhi pusat hiburan malam. Guru sebaiknya memiliki sifat yang ramah dan menarik, serta memiliki wibawa dan temperamen yang baik.

GURU SEBAGAI BAGIAN DARI PROFESI PENDIDIKAN

Istilah ‘profesional’ memiliki penekanan terhadap problematika yang dihadapi dan pengetahuan yang digunakan untuk mengatasi problem tersebut. Jadi istilah ‘profesional’ sebenarnya tidak cocok digunakan untuk menyebut insinyur, ahli sejarah atau ahli ahli biologi. Istilah tersebut memiliki suatu kespesifikan, misalnya digunakan untuk menyebut insinyur mesin, atau dalam pendidikan digunakan untuk menyebut guru biologi, guru fisika, atau guru sejarah.

Problematika yang ada dalam dunia pendidikan biasanya terkait dengan hal-hal di bawah ini, misalnya bagaimana membuat suatu kebijakan pendidikan, bagaimana merancang kurikulum, bagaimana merancang struktur organisasi, dan bagaimana merancang dan melaksanakan strategi pembelajaran. Jawaban-jawaban dari problematika di atas biasanya terbagi atas 2 bentuk yaitu jawaban yang mendasar dan jawaban yang telah terspesialisasi. Pengetahuan mendasar ini dapat dibagi ke dalam ilmu sejarah, psikologi, filsafat, dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Bentuk yang pertama biasanya dibutuhkan oleh semua pihak yang terlibat dalam institusi tanpa memperhatikan peranan mereka dalam institusi tersebut, mulai dari dekan universitas, profesor, tenaga administrasi, sampai guru-guru TK. Namun yang menjadi permasalahan, jawaban yang bersifat mendasar ini tidak dapat digunakan langsung untuk mengatasi suatu masalah seperti halnya ilmu fisika yang dapat membantu memperbaiki suatu mesin.

Pengetahuan yang mendasar ini dapat digunakan untuk membuat suatu plot permasalahan, namun tidak dapat memecahkan masalah tersebut. Untuk memecahkan permasalahan, seperti aplikasi dari kurikulum yang sudah dirancang, diperlukan peran para spesialis yang mampu menggunakan pengetahuan mendasar tersebut untuk mengaplikasikannya.

GURU SEBAGAI SEORANG SPESIALIS

Karena terjadinya pembengkakan populasi sekolah secara konstan, pengajaran mengalami pembagian tenaga kerja dan pengembangan spesialisasinya. Lalu, apa sajakah tipe-tipe pengetahuan yang diperlukan oleh seorang guru sebagai seorang instruktur dan sebagai seorang spesialis dalam pengajaran?

1. Fondasi dari spesialisasi

Dasar dari spesialisasi ternyata bukan berarti bahwa hanya terpusat pada bidang tertentu saja. Misalnya dalam pengajaran matematika di sekolah, bukan berarti guru mengajar subyek tersebut saja, namun bagaimana guru matematika dapat mengaitkannya dengam dasar psikologi, filsafat, dan ilmu-ilmu sosial lainnya, serta bagaimana kaitan ilmu tersebut dengan ilmu-ilmu yang lain dan apa kegunaan ilmu matmatika itu untuk kehidupan.

2. Isi Profesionalisme

Isi profesionalisme merupakan hal yang penting dalam membahas persiapan profesional guru. Ada 2 hal yang terkait dengan pengatahuan yang harus dimiliki guru dalam mengajar, yaitu ‘repertory content’ atau isi materi yang terus diulang, dan ‘interpretive’ atau kemampuan pedagogi.

Repertory content merupakan isi dari bahan pelajaran yang akan diajarkan kepada murid. Misalnya guru sastra yang akan mengajarkan drama ‘hamlet’ kepada murid. Ia harus memahami materi apa yang akan dia sampaikan, misalnya mengenai penggalan syairnya, penghayatan, serta gerak-gerik dalam lakon tersebut.

Sedangkan kemampuan pedagogi terkait dengan bagaimana ia menyampaikan materi tersebut kepada anak didiknya. Bagaimana ia membuat siswanya paham apa yang ia maksudkan.

Guru yang profesional sebaiknya menguasai kedua jenis pengetahuan ini. Namun pada kenyataannya, sulit untuk menentukan jenis pelatihan apa yang tepat agar guru-guru memiliki kedua kemampuan di atas dengan sama baiknya.

3. Teknologi

dimensi ketiga yang terkait dengan persiapan guru sebagai seorang spesialis adalah teknologi, dimensi ini semkain menjelaskan perbedaan antara pengetahuan yang mendasar dengan pengetahuan yang telah terspesialisasi. Pengetahuan yang terspesialisasi membutuhkan teknologi untuk dapat dipraktekkan langsung untuk memecahkan masalah.

Ada 3 jenis teknologi pengajaran yang dapat diterapkan, yaitu penggunaan praktek laboratorium, pengalaman klinis, dan program magang. Penggunaan praktek laboratorium tidak berarti harus dilakukan dalam suatu laboratorium, yang penting guru dapat mendemonstrasikan suatu keadaan kepada para murid, misalnya lewat penggunaan audio-video, film, atau alat-alat laboratorium lainnya.

Pengalaman klinis berlawanan dengan praktek laboratorium. Dalam praktek laboratorium, murid hanya bisa melihat gambaran sederhana dari suatu masalah, sementara dalam pengalaman klinis murid terjun langsung di bawah pengawasan guru, ke dalam permasalahan tersebut. Sementara program magang, hampir sama dengan pengalaman klinis, namun dengan tingkat pengawasan yang lebih kecil dari guru.

4. Riset

Bidang pendidikan, sama seperti bidang-bidang ilmu yang lain juga membutuhkan riset/penelitian yang berkaitan dengan fenomena di dalamnya. Struktur pengajarannyapun sama , yaitu terdiri atas latar belakang permasalahan, teori umum, instrumen dan teknologi yang terspesialisasi, dan metode penelitian.

Kesimpulan

1. Broudy membagi pengetahuan ke dalam 2 bentuk, mendasar dan terspesialisasi. Pengetahuan mendasar dapat dibedakan lagi ke dalam ilmu sejarah, ilmu psikologi, ilmu filsafat, dan ilmu-ilmu sosial.

2. Pengetahuan mendasar ini, masih menurut Broudy, tidak secara langsung dapat digunakan dalam praktek.

3. Broudy menyarankan, seorang guru harus memiliki pengetahuan mendasar akan bidang spesialisasinya.

4. Broudy menyebutkan 4 hal tujuan yang mungkin diraih dari sekolah: mempelajari isi yang spesifik dari sebuah standar kedisplinan, mengembangkan metode berpkir, mengembangkan sikap kritis, dan mengembangan kemampuan untuk berinteraksi.

5. pembelajaran tentang spesialisasi seorang guru harus melibatkan teknologi. Hal ini dapat dilakukan misalnya melalui praktikum dalam laboratorium, adanya pengalaman klinis, dan adanya program magang.

Tidak ada komentar: