Hampir dua puluh tahun yang lalu, Hargrove mengidentifikasikan ‘implementasi’ sebagai penambahan kebijakan - kebijakan dan atau program-program baru di dalam suatu organisasi. Dia juga menyatakan bahwa implementasi merupakan sebuah ‘missink link’ atau suatu garis yang hilang di dalam rancangan dan perencanaan organisasi. Maksudnya adalah, apabila dibandingkan dengan proses perencanaan atau bahkan proses evaluasi dari suatu kebijakan atau program di organisasi, maka proses implementasi sepertinya tidak terlalu mendapat perhatian yang besar dari organisasi tersebut. Dengan kata lain, organisasi lebih mementingkan perencanaan dan evaluasi, tanpa memperhatikan implementasinya. Sayangnya, kenyataan ini masih sering terjadi dalam suatu organisasi, padahal faktanya adalah, apabila implementasi gagal, maka sebuah program dapat dinyatakan gagal meskipun memiliki perencanaan yang matang.
Lewis dan Green menyatakan 3 alasan yang menyebabkan suatu program baru dikatakan tidak berhasil:
1. pengharapan berlebih terhadap program
maksudnya, orang-orang menaruh harapan yang terlalu tinggi akan kesuksesan program baru tersebut. Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mencegah hal ini, kecuali anda sebagai produsen dapat memperingatkan konsumen agar berhati-hati dalam membeli produk anda (memberitahukan konsumen akan kekurangan produk anda) serta memperingatkan karyawan anda agar jujur dalam mempromosikan produk (tidak melebih-lebihkan), di mana kedua hal ini biasanya tidak pernah dilakukan oleh produsen.
2. kegagalan konseptual
teori-teori tentang sebab-akibat dan hubungan yang terkait dengan kebijakan atau program baru tidak akurat atau bahkan tidak lengkap.
3. kegagalan impelementasi
kegagalan untuk melaksanakan kebijakan atau program yang telah dirancang dan direncanakan.
Dari penelitian yang telah dilakukan, sebagian besar penyebab kegagalan suatu program untuk perbaikan organisasi adalah sebab no 1 dan 3.
Fokus dari pembahasan bab ini adalah mengenai implementasi dari usaha peningkatan kualitas. Dalam hal pendidikan, maka usaha ini merupakan hal yang sangat rumit sehingga membutuhkan kombinasi dari teknik dan sistem manajemen yang spesifik dari tiap universitas. Karena kerumitan tersebut, maka sebuah rencana impelementasi harus dikembangkan terlebih dahulu sebelum benar-benar mengimplementasikannya. Sebuah ’blueprint’ atau cetak biru yang menjadi patokan standar dalam melaksanakan hal ini tidak pernah ada, karena dalam implementasi suatu program pasti akan berbeda-beda di tiap tempat, tergantung situasi dari tempat tersebut.
GARIS BESAR BIMBINGAN DALAM IMPLEMENTASI
Sebuah garis besar bimbingan dalam implementasi mungkin saja bisa diberikan, namun hal ini mungkin akan membingungkan, karena begitu banyak literatur tentang teknik, prosedur dan cara-cara untuk meningkatkan kualitas telah diterbitkan. Literatur-literatur tersebut memberikan cara yang berbeda-beda. Sayangnya, literatur yang ada tidak memberikan petunjuk bagaimana teknik dan prosedur tersebut dapat diterapkan dan diadaptasikan dalam kondisi yang berbeda. Bahkan pemimpin-peminpin yang ada di lapangan juga merasa bingung akan hal ini, dapat dilihat dari pernyataan Coate:
Kurangnya kesamaan prosedur dalam melaksanakan TQM mungkin akan
membingungkan bagi penggunanya. Begitu banyak ahli menyatakan teknik-tekniknya, namun sepertinya teknik tersebut semakin membingungkan karena terkadang apa yang dikatakan para ahli tersebut merupakan suatu kontradiksi. Deming mengatakan: Kurangi kecacatan yang terjadi, sementara Crosby menyatakan: jangan ada kecacatan sama sekali. Deming menyatakan: hilangkan rasa takut, sementara Juran menyatakan: rasa takut terkadang membuat orang melakukan yang terbaik. Deming menyatakan bahwa proses berlangsung dari atas ke bawah, sementara Juran menyatakan proses dimulai dari tengah dan berlangsung secara dua arah dari atas ke bawah dan sebaliknya.
Dari adanya berbagai pendapat tentang cara-cara meningkatkan kualitas melalui TQM, maka dapat dirangkum menjadi 6 model sebagai berikut:
1. pendekatan elemen-elemen total quality
dalam meningkatkan kualitas, model ini menekankan penggunaan elemen-elemen peningkatan kualitas secara spesifik dan dalam skala kecil, misalnya siklus kualitas, kontrol proses dan pengurangan kegagalan kualitas. Apabila elemen-elemen kecil ini sudah berhasil diperbaiki, niscaya implementasi dalam tahap besar juga otomatis dapat dilakukan.
2. pendekatan para ahli
model ini menggunakan teori-teori yang dipaparkan oleh para ahli seperti Deming, Juran, dan Crosby untuk analisis dan implementasinya. Contohnya adalah penggunaan 14 point Deming untuk meningkatkan kualitas suatu organisasi.
3. pendekatan sistem Jepang
model ini menggunakan teori-teori dari para ahli yang berasal dari Jepang seperti Kaoru Ishikawa dan organisasi ilmuwan sains dan teknik Jepang (JUSE).
4. pendekatan perusahaan industri
dalam pemakaian model ini, pemimpin suatu perusahaan melakukan studi banding ke perusahaan lain yang telah menerapkan total quality. Kemudian ia menganalisis sistem dari perusahaan tersebut dan mengintegrasikannya dengan idenya sendiri untuk menciptakan suatu sistem pelayanan kepada pelanggan. contoh lainnya adalah dengan melakukan studi banding ke perusahaan pemenang penghargaan Baldgridge.
5. pendekatan perencanaan Hoshin
model ini memfokuskan pada perencanaan yang matang, pengurangan hal-hal yang tidak perlu, dan diagnosa bulanan. Model ini dikembangkan oleh sebuah perusahaan Jepang bernama Bridgestone dan telah suskses diterapkan oleh Perusahaan Hewlett-Packard.
6. pendekatan kriteria penghargaan Baldrige
model ini menggunakan kriteria-kriteria yang digunakan dalam menentukan pemenang penghargaan Baldrige. Perusahaan yang setidaknya telah memenuhi kriteria-kriteria ini, dianggap sebagai perusahaan yang mampu mengimplementasikan kualitas.
Semua pendekatan yang dijabarkan di atas telah diterapkan oleh ribuan perusahaan. Namun, pendekatan manakah yang paling dirasa paling tepat digunakan di dalam institusi pendidikan tinggi? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita lihat impelementasi total quality di Universitas Negeri Oregon, AS yang akan dijabarkan pada bab ini. Yang menjadi garis besar adalah, bahwa teknik-teknik dan pendekatan-pendekatan yang telah dijabarkan, harus dapat diambil yang terbaik dan diterapkan sesuai dengan keadaan yang berlaku di lingkungan perusahaan atau institusi anda. Yang terpenting, Anda harus mampu menggabungkan teknik-teknik tersebut dan menjadikannya suatu kerangka kerja serta mengaplikasikannya dalam institusi anda.
MENGEMBANGKAN RENCANA IMPLEMENTASI
Fokus dari bab ini adalah bagaimana membuat suatu rancangan implementasi dalam rangka mencapai total quality. Sebuah model dan kerangka kerja akan dijabarkan pada Gambar 8.1. untuk membantu membimbing anda membuat rencana implementasi ini. Ada beberapa hal penting yang harus anda perhatikan terkait model yang akan dijabarkan ini:
· model ini memuat aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan demi terciptanya total quality. Aktivitas-aktivitas ini terbagi dalam beberapa fase yang berkelanjutan.
· Yang menjadi point penting adalah adanya usaha dari institusi untuk selalu mengedepankan fakta.
· Model ini menggunakan 4 tahap yang harus dilakukan terkait dengan usaha peningkatan kualitas, yaitu: manajemen dan pengembangan strategi, manajemen dan pengembangan proses, manajemen dan pengembangan proyek, serta manajemen dan implementasi tugas.
· Pada akhirnya, model ini menekankan pentingnya evaluasi yang terus-menerus dengan didasarkan pada fakta.
Gambar 8. 1 akan menampilkan suatu bagan aliran aktivitas, mulai dari pembuatan tujuan, menetapkan aktivitas, pemakaian 4 tahapan manajemen yang telah dijabarkan di atas, sampai kepada tahap evaluasi.
Penjelasan lebih lanjut dari gambar 8.1 akan dijelaskan pada tabel 8.1. tabel ini menjabarkan tiap aktivitas dari fase-fase tersebut, dengan menjelaskan apa yang harus dilakukan, siapa yang harus melakukannya, mengapa aktivitas tersebut harus dilakukan, kapan aktivitas itu harus dilakukan, bagaimana cara melakukan aktivitas itu, dan apa yang menjadi indikator bahwa aktivitas itu telah berhasil dilaksanakan.
Terdapat 7 fase yang harus dilakukan dalam implementasi total quality. Fase-fase tersebut adalah:
1. penentuan tujuan TQM
· mengadopsi program (bisa dilakukan dengan menggabungkan beberapa ide dari institusi yang telah berhasil)
· mulai menciptakan rencana awal
· mengembangkan rencana tersebut
· mengembangkan sebuah rancangan untuk memperkenalkan sebuah filosofi baru akan kualitas
· menyampaikan filosofi tersebut kepada semua karyawan
2. menetapkan aktivitas
· mengembangkan rencana untuk aktivitas
· mulai melakukan contoh-contoh aktivitas tersebut (uji coba)
· membuat laporan uji coba tersebut dan perbandingannya dengan insitusi yang telah menerapkan TQM
· mulai membuat laporan akan peluang-peluang yang ada
3. pengembangan konsep manajemen strategi
· memulai perencanaan untuk melakukan perubahan
· membentuk tim manajemen inti
· melatih tim manajemen inti
· mengklarifikasikan visi, misi, dan nilai-nilai
· melatih tim manajemen fungsional
· memilih pemimpin tim
· mengembangkan peluang-peluang yang ada
4. pengembangan manajemen proses
· mulai melaksanakan proses peningkatan proyek
· memilih pemimpin proyek
· mengerjakan proyek tersebut
· mengidentifikasi permasalahan yang timbul terkait pelaksanaan proyek
5. pengembangan manajemen proyek
· melaksanakan proyek
· merencanakan aktivitas manajemen proyek
· mengatur pelaksanaan aktivitas manajemen proyek
· mengimplementasikan aktivitas manajemen proyek
· mengontrol aktivitas manajemen proyek
6. implementasi manajemen tugas
· tiap-tiap pekerja meningkatkan konsep,peralatan dan teknik pekerjaannya.
· tiap-tiap pekerja mengontrol konsep,peralatan dan teknik pekerjaannya yang berorientasi kepada pelanggan
· membuat matriks kemampuan individual
7. evaluasi
· melakukan evaluasi terkait aktivitas proyek
· menandai praktek-praktek terbaik
· melakukan pelatihan ualng
· mengukur kemajuan keseluruhan
APLIKASI DI UNIVERSITAS NEGERI OREGON
Implementasi TQM yang dilakukan di Univesitas Negeri Oregon didasarkan pada pengamatan yang mendalam dari beberapa pendekatan yang ada. Model yang mereka gunakan lebih mirip dengan pendekatan perencanaan Hoshin yang telah digunakan oleh Hewlett-Packard. Mereka juga menggunakan pendekatan kriteria penghargaan Baldrige untuk membuat rencana 5 tahun mereka. Model yang digunakan di universitas negeri oregon terdiri dari 9 fase, yang mirip dengan 7 fase yang telah dijabarkan dalam gambar dan tabel 8.1. model yang digunakan universitas Oregon juga menekankan pentingnya pembuatan analisis dan tujuan, pendeklarasian visi dan misi, pentingnya suatu tim kerja dan terakhir, pentingnya pembagian kerja antar tim.
Fase-fase Implementasi di Universitas Negeri Oregon
Fase-fase ini mulai dijabarkan dalam laporan resmi mereka sejak tahun 1990. di bawah ini adalah ringkasan dari fase-fase tersebut:
- mengeksplor TQM
mereka mengunjungi perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan TQM, bahkan Dr. Deming diundang untuk menjadi pembicara di universitas tersebut. Buku-buku dan artikel-artikel TQM juga menjadi ‘bacaan wajib’ bagi para staff. Rektor dan manajer-manajer mengikuti pelatihan tentang 7 alat peningkatan mutu yang diadakan oleh perusahaan Hewlett-Packard. Dengan usaha-usaha ini, universitas berusaha menularkan ’semangat; akan TQM. Dengan begitu, universitas semakin mampu mengidentifikasi hal-hal yang dapat menghambat pencapaian kualitas.
- membentuk tim inti percobaan TQM
tim ini percobaan TQM mulai dibentuk untuk mengaplikasikan proses total quality dalam skala kecil. Pelaksanaan fase ini berdampak positif karena pada akhirnya mampu mencatat permasalahan-permasalahan utama yang timbul terkait dengan proses uji coba ini. Hasilnya, terciptalah sebuah hubungan yang membaik dengan pelanggan, serta meningkatkan perilaku positif para karyawan dan manajer.
- mengidentifikasikan kebutuhan pelanggan
untuk mengidentifikasikan kebutuhan pelanggan, mereka melakukan survey. Ada 3 jenis survey yang dilakukan, yaitu survey gambaran umum, survey untuk mahasiswa, dan survey untuk staff fakultas. Dari hasil survey tersebut, terbentuklah suatu tim marketing yang bekerja untuk benar-benar mencari tahu gambaran dari Universitas Oregon dan apa yang benar-benar diinginkan pelanggannya. Dari hal ini ternyata timbul masalah besar, yaitu: untuk menciptakan sebuah sistem yang ampu emuaskan pelanggan ternyata bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan tahapan-tahapan.
- rencana perubahan besar-besaran dari manajemen atas (Top Management). Dikenal juga dengan ”rencana Hoshin”
ada 5 tahapan besar yang dilakukan dalam fase ini:
- mengklarifikasikan misi
- mengklarifikasikan pelanggan mereka
- mengidentifikasi proses-proses yang penting dilakukan
- mengembangkan visi
- mengidentifikasi hal-hal yang menjadi prioritas dalam melakukan perubahan besar-besaran (misalnya melakukan pembuatan rencana kerja yang lebih detil)
dari kelima hal tersebut, mereka menyadari bahwa kelima hal tersebut merupakan sebuah proses yang harus dilakukan berulang-ulang dan membutuhkan modifikasi jika diperlukan. Mereka juga menyadari bahwa setidaknya dibutuhkan waktu 5 tahun untuk mengimplementasikan kelima hal di atas.
- setiap departemen mulai melaksanakan kelima rencana tersebut
departemen keauangan dan administrasi adalah departemen pertama yang melaksanakan kelima hal di atas, yang ternyata berdampak positif pada departemen tersebut, yaitu terciptanya TQM di dalam departemen tersebut. Hal ini ’merangsang’ departemen lain untuk sungguh-sungguh menerapkan kelima rencana yang telah ditetapkan.
- membentuk tim manajemen harian
mereka membentuk tim kerja harian yang diketuai oleh seorang supervisor. Awalnya terbentuk 10 tim, yang anggotanya berasal dari departemen keuangan dan administrasi. Kesepuluh tim memiliki tugas dan bagian masing-masing. Tim-tim ini menggunakan survey dan flowchart (diagram alur) untuk mengidentifikasi dan memperbaiki permasalahan-permasalahan yang terjadi. Pelatihan juga diberikan kepada tim-tim ini. Pihak manajemen mengatakan setidaknya diperlukan 400 tim kerja untuk mengimplementasikan TQM secara penuh di Universitas Negeri Oregon.
- membuat program percobaan cross-functional
proses kerja yang terjadi terkadang melibatkan beberapa tim secara bersamaan sehingga dibutuhkan koordinasi dan kerjasama yang baik dari tim-tim ini. Karena beragamnya permasalahan yang ada, pekerjaan mereka melibatkan banyak fungsi pekerjaan (cross functional). Misalnya, mereka tidak hanya mengidentifikasi permasalahan yang ada melalui brainstorming, namun mereka juga harus mencari pemecahan yang ada. Dalam mencari pemecahan masalah ini, fungsi pekerjaan mereka menjadi banyak dan beragam, misalnya: mencari waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah, meningkatkan kinerja mereka, mencari kebutuhan pelanggan, dan melakukan praktek langsung dalam memenuhi kebutuhan pelanggan tersebut.
- membentuk manajemen cross-functional
fase ini merupakan fase yang penting, karena manajemen harus mampu melakukan ’banyak’ pekerjaan seklaigus. Mereka harus mampu ’menyatukan’ tim-tim kerja yang berasal dari berbagai departemen. Mereka juga harus mampu memberikan pelatihan yang memadai, melaksanakan tugas-tugas manajerial harian, dan mengidentifikasi alat dan teknik peningkatan mutu yang paling cocok.
- membuat laporan dan kesimpulan, serta pemberian penghargaan
evaluasi dan timbal balik terhadap laporan rutin merupakan hal penting dalam implementasi TQM di Universitas Negeri Oregon. Laporan bulanan, khususnya mengenai peningkatan kinerja staff, dikirim ke wakil ketua departemen keuangan dan administrasi, kemudian dibahas bersama dengan ketua-ketua bagian yang lain . Peningkatan yang ada benar-benar dipantau dan target-target berikutnya langsung ditetapkan. Peningkatan gaji diberikan berdasarkan peningkatan kinerja ini.
Ada 3 jenis penghargaan yang diberikan kepada staff Universitas negeri Oregon terkait kinerjanya:
· penghargaan kualitas (quality award)
diberikan kepada staff yang memberikan dampak perubahan positif yang signifikan kepada universitas
· penghargaan berang-berang (beaver award-nama binatang, maskot dari universitas)
diberikan kepada staff atau tim kerja yang mampu memberikan kinerja yang tinggi kepada universitas
· penghargaan penampilan luar biasa (great performance award)
diberikan kepada staff yang mampu memberikan kinerja di atas standar yang ditetapkan universitas.
Universitas ini juga berpartisipasi pada acara ’Pekan Kualitas’ yang diadakan oleh perusahaan Xerox , di mana tiap-tiap tim kerja dari universitas ini melakukan presentasi dan pameran akan hasil kerja yang telah mereka lakukan, dan kemudian dipilih tim yang terbaik. Hadiah berupa uang yang disponsosri oleh Xerox.
LANGKAH-LANGKAH MEMULAI TQM DARI SEGI AKADEMIS
Melaksanakan peningkatan kualitas dari segi administratif dan akademis merupakan hal penting yang harus dilakukan tiap institusi pendidikan tinggi. Universitas Negeri Oregon agak terlambat melaksanakan hal ini. Mereka baru melaksanakannya di tahun kedua setelah pencanangan program TQM. Hal ini diawali dengan diadakannya workshop bagi para pemimpin di bidang akademis, yaitu dekan dan kepala-kepala departemen. Dari workshop tersebut, lahirlah program-program yang mencakup 4 area dalam implementasi TQM dari segi akademis. Keempat area tersebut adalah:
- peningkatan kualitas pengajaran
seorang profesor dari teknik kehutanan meminta mahasiswanya untuk membentuk tim TQM yang bertugas memantau cara mengajarnya. Seorang pengajar dari fakultas komunikasi meminta mahasiswanya melakukan survey mengenai metode pengajaran yang diinginkan. Dari kedua hal ini, penampilan dosen dapat diukur demi terciptanya peningkatan kinerja mereka, selain itu, metode pengajaran yang paling disukai mahasiswa juga dapat diketahui.
- mengajarkan TQM
kelas-kelas baru mengenai TQM dibuka di fakultas bisnis dan teknik, baik untuk S1 maupun S2. pemimpin-pemimpin organisasi kemahasiswaan diminta berpartisipasi dalam kelas-kelas ini dan membuat tulisan-tulisan mengenai TQM untuk dipraktekkan langsung dalam organisasinya.
- penelitian TQM
penelitian-penelitian tentang TQM mulai banyak dilakukan di fakultas Bisnis dan program ekstensi.
- administrasi akademis
pihak perpustakaan mulai menerapkan 3 tim TQM untuk meningkatkan pelayanan mereka kepada pelanggan.
HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PELAKANAAN TQM
Dalam laporan bulan Maret 1992, terungkaplah 7 hambatan dalam pelaksanaan TQM di Universitas Negeri Oregon, yaitu:
1. sikap skeptis
ada tanggapan-tanggapan yang meragukan TQM. Ada beberapa pihak yang menganggap bahwa TQM hanyalah slogan semata, hanya trend terbaru dalam manajemen dan akan segera berlalu apabila masanya telah usai.
2. masalah waktu
waktu yang diperlukan untuk implementasi TQM sangatlah banyak, khususnya untuk mengadakan perencanaan dan pelatihan, sehingga sebagian staff menganggap hal ini sebagai beban tugas tambahan.
3. istilah
TQM yang diterapkan dalam dunia industri memiliki beberapa istilah yang kurang cocok dipakai dalam dunia pendidikan, seperti ’kontrol kualitas’, ’pelanggan selalu benar’, ’pengukuran proses kinerja’, dll. Namun pihak universitas menekankan bahwa istilah menjadi tidak bermakna apabila dibandingkan dengan massud istilah tersebut. Jadi jangalah mempermasalahkan istilah, namun carilah dan terapkan inti dari istilah tersebut.
4. middle management
sistem ’tim kerja’ ternyata tidak dipahami di tingkat manajemen menengah di Universitas Negeri Oregon, sehingga terkadang beberapa program menjadi gagal karena para manajer ini masih memtahankan pola manajemen lama yang menekankan sistem ’manajemen atas-ke bawah’, mereka juga masih memegang teguh otoritas manajer, dan gaya kontrol seorang manajer.
5. kepemimpinan di universitas
masa transisi dari struktur fungsional di universitas menjadi ’tim-tim kerja’ bukanlah hal yang mudah. Mereka terkadang bingung dan mencampur-adukkan tugas-tugas mereka.
6. unit yang tidak fungsional
tim-tim kerja yang tidak fungsional harus menjalani ’program rehabilitasi’ terlebih dahulu sebelum melaksanakan tugasnya dalam implementasi TQM, karena tim yang tidak fungsinal dapat menimbulkan masalah terhadap implementsi TQM
7. sikap
terkadang terjadi penolakan terhadap perubahan yang ada, misalnya: ’ah saya tidak mau berubah, coba saja bila ada yang berani merubah saya’, atau ’kami tidak membutuhkan perubahan ini’, dan berbagai sikap negatif lainnya. Hal ini merupakan hal terpenting yang harus ditangani terlebih dahulu.
APAKAH TQM BENAR-BENAR DAPAT DILAKSANAKAN DI PERGURUAN TINGGI?
Hambatan merupakan hal yang wajar terjadi dari setiap perubahan. Yang menjadi pertanyaan, dari hambatan-hambatan yang ada, apakah TQM benar-benar bisa diterapkan di perguruan tinggi? Apabila kita melihat contoh di Universitas Negeri Oregon, maka sudah pasti jawabannya adalah YA!
Hasil yang diperoleh di Universitas tersebut menunjukkan bahwa, keseluruhan proses operasional mengalami peningkatan kinerja, mereka juga lebih mampu menghemat uang, sumber daya, dan waktu yang digunakan untuk operasional mereka. Para staff juga telah mampu menggunakan kemampuan kerja kelompok dan kemampuan memecahkan masalah. Kepauasan kerja dan moral para karyawan juga meningkat, dan yang terpenting adalah, pelanggan merasa terpuaskan, bahkan mereka merasa lebih dari puas akan pelayanan dari universits ini. Contohnya; pelayanan dalam hal pengurusan dokumen bantuan keuangan mahasiswa dapat dipercepat, respon staff dalam menerima telepon dari pelanggan juga lebih baik.
Untuk melengkapi pernyataan tentang keberhasilan TQM ini, Coate menyarankan 6 langkah kunci yang dapat diterapkan dalam implementasi TQM di perguruan tinggi:
1. adanya dukungan dari pemimpin atas
2. jangan hanya belajar teori TQM, tapi praktekkanlah ilmu itu dalam kehidpan sehari-hari
3. kerja tim sangatlah penting, tiap tim harus diberi kekuasaan untuk mengambil keputusannya sendiri, jangan terlalu banyak intervensi dari luar.
4. pelaksanaan TQM membutuhkan komitmen, waktu, dan biaya yang tidak sedikit.
5. perencanaan implementasi sangatlah penting. Harus telebih dahulu mengidentifikasi visi-misi, siapa pelanggan anda, prioritas kerja, dan perencanaan stratejik.
6. mulailah dari bagian/unit di universitas anda yang paling banyak mengalami masalah, yaitu bagian admimistrasi, baru kemudian anada melangkah ke bagian akademis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar